Mahasiswa .






Mahasiswa. Kata itu, entahlah. Selama berkuliah 2 semester, agaknya berlebihan jika Saya bahkan kelabakan mencari arti dari kata itu yang sebenar-benarnya. Tidak mau membesar-besarkan, namun 'maha' sendirilah yang menyeret Saya dalam suatu arti yang lebih dalam, lebih dari sekedar siswa. Memangnya apa saja tugas siswa? Siswa tugasnya yah belajarlah! Bedanya apa sih sama mahasiswa? Mahasiswa, setelah Saya googling, ternyata punya 4 peran penting selain belajar, yaitu: Agent of Change, Social Control, Iron Stock, dan Moral Force. Agaknya tidak berlebihan jika berpikir bahwa tanggung jawab mahasiswa lebih besar dari seorang siswa.


Lalu Saya teringat bahwa sejarah menyatakan mahasiswa, tahun 1998, adalah bagian dari revolusi. Karya tulis mereka memprovokasi, karya tulis mereka memberikan arti dan menyadarkan bahwa ibu pertiwi saat itu tersakiti. Mahasiswa saat itu pemberani. Keberanian mereka bukan dengan menghadang membawa pedang. Mereka menulis. Mereka membuat tuntutan lewat tulisan—Tritura, Tiga Tuntutan Rakyat. Saya teringat kembali R.A Kartini yang—meskipun beliau bukanlah seorang mahasiswa, berani untuk menulis, padahal saat itu seakan seluruh dunia melarangnya bahkan ‘mengecilkan arti wanita’.


Saya jadi berpikir, bukankah menulis merupakan suatu bentuk keberanian? Mengutip Pramoedya Ananta Noer, "Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai." Bukankah sebagai seseorang yang mengemban status "mahasiswa", dimana hanya segilintir dari orang-orang yang tidak memiliki kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi—dirimulah bagian dari 30%; sisa dari 70% yang tidak mampu bersekolah sampai perguruan tinggi—kita harus menulis?


Menulis yang bermakna. Apa saja itu, yang menambah makna gelar 'mahasiswa'-mu itu. Kritisi negeri ini bila perlu, bukan untuk sombong dan menggulingkan tirani, namun bisa jadi negeri ini perlu koreksi. Jangan lupa selipkan solusi, agar tidak dianggap basa-basi.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Teruntuk mahasiswa
Pegang penamu sekuatnya!
Pena itu lebih tajam daripada pedang
Pena itu bisa menyayat
Pena itu harusnya menggores jiwa mereka, yang acuh padahal mendzolimi
Teruntuk mahasiswa
Maha-mu bukan tanpa arti
Melainkan suatu yang berarti
Asa-mu lah masa depan negeri
Karena itu janganlah berhenti
Estafet kepemimpinan menanti
Dan jangan kau sakiti negeri
Di akhirnya nanti
.


At the very least, what I wrote may be meaningless, at ease; I spilled my thoughts. Don't mind my thoughts, but if you mind, let it be correction to our errs.


Last but not least, Salaam.






written in Apr. 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuliah Pancasila: Pertemuan ke-9 "Pancasila sebagai Sistem Filsafat (1)"

UAS APLIKOM

Education vs Sport: Which one should be Our concern?