Kuliah Pancasila : Pertemuan ke-5 "Games Kepemimpinan"

Senin, 10 April 2017
Kisaran pukul 10.00 - 11.30


Hari berjalan seperti biasa ketika saya tiba di kelas untuk melaksanakan perkuliahan Pancasila.
Diluar dugaan, itulah yang saya dapat katakan ketika hari ini berakhir.


Tidak seperti biasanya, Pak Rahman tidak menjelaskan materi mengenai mata kulah Pancasila. Kali ini sesuai dengan timeline yang telah dibuat, akan diadakan ''Permainan Kepemimpinan".

Jujur, saya tidak dapat menebak seperti apa permainan tersebut akan berjalan.

Awalnya kami dibagi menjadi beberapa kelompok secara acak. Terdapat 6 kelompok. Tiap anggota kelompok dipersilahkan untuk berkumpul dengan anggota lainnya.
Syaratnya : berkumpul dengan anggota kelompok lainnya dengan tenang, tanpa ribut.

Dari kejauhan, seorang teman kelas saya mengacungkan jari telunjuknya, penanda angka satu. Saya sebagai salah satu bagian dari kelompok satu segera menghampirinya, begitu pula dengan anggota kelompok lainnya.

Meskipun kami tidak berisik ketika harus berkumpul dengan anggota kelompok kami, namun bukan hal tersebut yang Pak Rahman harapkan. Pak Rahman berharap ada satu orang yang berani untuk maju ke depan kelas dan mengarahkan masing-masing kelompok untuk berkumpul. Hal tersebut dirasa lebih efektif, dan tidak akan menimbulkan keributan.

Belum selesai sampai disitu.
Tiap kelompok menunjuk ketuanya.
The chance you'll get an A on this subject would be higher, if you were the leader of your group. Begitulah kata Pak Rahman.
Syaratnya : tidak boleh menunjuk diri sendiri sebagai ketua.
Hunaifi saat itu menjadi ketua kelompok saya.

Permainan ini sebenarnya berupa penuturan pernyataan, dimana kami sebagai mahasiswa diminta persetujuan dan ketidaksetujuannya mengenai pernyataan tersebut.
Pernyataan yang dipaparkan termasuk dengan isu pendidikan, pembangunan, kelanjutan kontrak PT. Freeport, dsb.
Dari tiap keputusan mengenai persetujuan dan ketidaksetujuan tersebut, tiap kelompok akan mendapatkan poin.
Berupa tambahan nilai, ataupun pengurangan nilai.

Analoginya, tiap ketua kelompok adalah gubernur. Jadi dalam satu 'negara' kelas kami, terdapat 6 gubernur,
Tiap anggota kelompok adalah wakil rakyat. Saya, dan 7 orang teman saya, punya hak untuk saling berdiskusi dan memberikan saran kepada gubernur mengenai keputusan apa yang akan dirinya ambil.

Saat itu, terdapat 6 gubernur yang masing-masing mempunyai kekuasaan untuk memutuskan langkah apa yang akan diambil mengenai masalah yang dipaparkan oleh Pak Rahman.
Tiap gubernur boleh untuk berdiskusi dengan gubernur lainnya untuk membahas keputusan apa yang akan diambil dalam menghadapi isu-isu tersebut.
Permasalahannya, hanya ada dua pilihan : Setuju, dan Tidak Setuju. Ya, dan Tidak.
Ada satu permasalahan lain: keputusan yang diambil akan mempengaruhi poin kelompok lain.


Games berakhir dengan satu kelompok memperoleh nilai unggul jauh di atas kelompok lainnya.
Kelompok tersebut sebenarnya berkhianat, mereka tidak memberikan keputusan sesuai dengan hasil musyawarah antar para gubernur.

Pak Rahman menanyakan solusi agar tiap kelompok mendapatkan nilai yang sama dan semua kelompok dapat menang.

Salah satu teman sekelas kami memaparkan solusinya:
Games ini sebenarnya meminta kami untuk bekerjasama sehingga tiap kelompok dapat memperoleh poin yang sama, tidak ada yang lebih tinggi ataupun lebih rendah, semua kelompok mendapat nilai impas. Akhir kemungkinan, semua kelompok akan diberikan nilai yang sama. Harus ada kelompok yang mengalah di awal dan merelakan kehilangan poinnya. Tiap kelompok harus bergantian merelakan poinnya pada saat tertentu, Hingga semua kelompok mencapai nilai impas.

Games ini adalah kombinasi kecerdasan, dan kepemimpinan. Pemimpin harus cerdas dan dapat memaparkan solusi yang dapat diterima setiap kelompok.

Dan ketika ada satu kelompok berkhianat agar bisa mendapatkan poin lebih tinggi dari kelompok lainnya: itulah realita. Akan selalu ada orang-orang seperti itu dalam kehidupan. Dan kita bisa marah terhadap orang itu, namun hal itu sia-sia saja. Setitik nila, Rusak susu sebelanga. Kadang, satu kekacauan yang dibuat seseorang dapat merusak segalanya.

Tidak semua hal akan berjalan sesuai apa yang kau inginkan. Alangkah baiknya kita terus menempa diri agar menjadi seorang yang cerdas dan dapat menjadi pemimpin. Paling tidak, untuk diri kita sendiri. Dan akan selalu ada hal-hal di luar dugaan yang bisa jadi mengacaukan : itulah realita. Itulah yang saya dapatkan dari 'games kepemimpinan' ini : pelajaran mengenai kenyataan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuliah Pancasila: Pertemuan ke-9 "Pancasila sebagai Sistem Filsafat (1)"

UAS APLIKOM

Education vs Sport: Which one should be Our concern?