Kuliah Pancasila: Pertemuan ke-6 "Pancasila sebagai Ideologi Bangsa"

Senin, 17 April 2017
"Pancasila sebagai Ideologi Bangsa"






Yang saya selalu tahu, pelajaran PPKN selalu mengajarkan saya bahwa ideologi berasal dari bahasa Yunani yaitu idea atau ide dan logos atau pengetahuan. 

Sampai ketika saya berkuliah di Semester 2 ini rasanya pengetahuan saya perlu naik tingkat.



Di kelas Pancasila hari ini, sebelum Pak Rahman menjelaskan perjalanan bangsa Indonesia hingga dapat menentukan Pancasila sebagai ideologi negara, Pak Rahman m
emberikan penjelasan dari hakikat ideologi itu sendiri. Pemikiran tentang ideologi sudah ada sejak lama, tepatnya ketika  filsuf Yunani, Socrates, mulai memikirkan hakikat kehidupan manusia.


Sebelum adanya pemikiran Socrates, manusia hidup tanpa adanya tujuan dan kehidupan dibiarkan berjalan begitu saja. Pada saat itu filsuf yang ada hanyalah filsuf alam. Saat itu tidak ada kaidah atau ketentuan tertentu yang menyatakan atau menilai baik/buruknya suatu hal.


Bahkan Menurut kaum Sofis: Kebenaran itu relatif. Kepiawaian seseorang untuk membuktikan kebenaran (di matanya) adalah yang dapat menentukan benar dan salah.



Kebenaran, tinggal bagaimana caramu 'membenarkannya'.
Seiring dengan perkembangan zaman, muncul dorongan untuk membantah pernyataan di atas. Timbulah dorongan manusia untuk menetapkan nilai yang benar dan salah secara general, yang paling tidak akan mengurangi subjektivitas kebenaran. Adanya suatu pandangan objektif dari kumpulan masyarakat dibutuhkan untuk penetapan nilai kebenaran. Dan saat itu, munculah Socrates dengan pemikirannya.


Pemikiran mengenai nilai terus mengalami perkembangan. Namun, Dunia Barat malah terjatuh dalam fase yang disebut dengan Dark Ages. Pada masa itu nilai yang dianggap benar adalah nilai agama yang dibenarkan oleh pemuka agama. Muncul pula larangan untuk mempelajari ilmu pengetahuan karena dianggap bertentangan dengan nilai religius.
Saya ingat kisah ketika Galileo Galilei dihukum pancung karena menyatakan bahwa matahari adalah pusat tata surya. Saat itu, agama di dunia Barat tidak membawa kemajuan bagi bangsanya. Masyarakat dilarang untuk mengetahui kebenaran; kebenaran yang diakui hanyalah yang berasal dari pemuka agama. Pemuka agama diagungkan layaknya tak memiliki dosa. 
Pandangan tersebut adalah suatu hal yang kontras dari nilai yang ada pada keyakinan saya, Islam. Islam selalu mengajarkan umatnya tentang pentingnya belajar. Agama Islam adalah pengetahuan itu sendiri; bukan hanya soal bagaimana cara kita hidup sesuat syariat Islam, namun terdapat kebenaran eksak di dalamnya (sains).


Perlahan, bangsa Barat mulai bangkit dari keterpurukannya yang ditandai dengan peristiwa Reinassance. Hingga saat ini bangsa Barat dapat menjadi bangsa yang maju dengan ciri khas pemikiran modernnya yang sekularitas (memisahkan agama dengan urusan duniawi).

Para cendikiawan di Indonesia juga terus berpikir dan melakukan pengkajian mengenai apa yang dibutuhkan bangsa saat itu meskipun belumlah merdeka. Beberapa pemikiran mengenai bentuk negara pun diungkapkan.


Supomo menyatakan konsep negara yang terdiri dari 1) negara perseorangan, 2) negara kelas, 3) negara integralistik

Para cendikiawan lainnya memberikan saran mengenai negara idealistik. Saya lupa siapa lebih tepatnya yang Pak Rahman sebutkan sebagai pencetus saran tersebut.


Pentingnya pembahasan ideologi ini karena pilihan terhadap bentuk negara akan berpengaruh terhadap bentuk pemerintahan negara tersebut. Bentuk pemerintahan negara diharapkan sesuai dengan nilai-nilai yang dianut/dijalankan masyarakatnya.


Kurang lebih itulah yang saya pelajari dari kuliah Pancasila hari ini. Mungkin ada beberapa konsep/materi yang miss. I wish I paid more
 attention.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuliah Pancasila: Pertemuan ke-9 "Pancasila sebagai Sistem Filsafat (1)"

UAS APLIKOM

Education vs Sport: Which one should be Our concern?