When Artificial Intilligence Beats Us (Humans)

Inget gak sih pas kita SD pernah belajar tentang pesawat? Ya, pesawat. Bukan yang terbang di angkasa, namun sebenarnya alat apapun yang mempermudah tugas manusia itu disebut pesawat. Cangkul, palu, bahkan sebuah gunting juga merupakan contoh dari pesawat, lho. Basicly, 'pesawat' is everything that ease our tasks.


Kurang lebihnya sebuah AI memiliki pengertian yang  sama dengan sebuah pesawat. Namun terdapat perbedaan signifikan antara sebuah pesawat dan AI. Dalam sebuah game, AI layaknya pemain yang telah mencapai level advance ketika sebuah pesawat masih di level beginnerAI itu kayak sebuah pesawat yang dapat bekerja dengan sendirinya! 

Kok bisa ?




Ya, karena AI punya kecerdasan di dalam mesinnya. 

According to Wikipedia, AI is intelegence exihibited by science

Bayangkan, punya gunting yang bisa menggunting sebuah kertas dengan sendirinya--tinggal kita ajatuh yang ngasih perintah. Wouldn't that be cool?


When we talk about AI, some of you that have watched movie like Chappie, or Ex Machina, might have bigger view about it. A robot that could think, speak, and even do thing as humans do. Some of them, even beginning to learn to have feeling.


AI can be simplified than those images above. Even our smartphone is a form of AI. Kalian pasti kenal Siri dan biasa minta bantuan sama dia dong? Mulai dari nanya jalan, minta  telponin si Budi, bahkan nyuruh Siri translitin lirik lagu favorit kalian.


Ketika menghadiri Kajian Umum Ekonomi (KUE) 2 Juni lalu di gedung N dengan pembicara Kak Septian Dicky, pengetahuan saya sedikit bertambah mengenai AI yang dapat dibilang paling advance. Apasih AI itu?


AI yang bisa dibilang paling advance adalah Computer Assisted Instruction (CIA). CIA digadang-gadang dapat merevolusi dunia pendidikan lewat sebuah mesin tutornya. Inget gaksih di film Imitation Game, ketika Alan Turing menciptakan komputer pertama kali dengan maksud memecahkan enigma yang dikirim tentara Nazi? CIA has bigger mision than that. Why I would say that CIA has bigger mission than a computer that helped UK back then to solve the enigma? 


Karena CIA nantinya akan menjadi pendidik manusia. Would this be ethical? Would you prefer something that beneficial but some people considered it as un/ less ethical. Who said that CIA is unethical in the first place, tho.


Bagi seseorang yang mengetahui sepenggal kisah bagaimana Ki Hajar Dewantara mendirikan Tamansiswa dan mengajarkan muridnya, the thoughts of CIA would make you THINK again.


Tamansiswa selalu membawa pandangan saya akan ketekunan seorang guru dalam benar-benar mendidik muridnya, bukan hanya dalam ranah pengetahuan namun juga moral.Pernah denger gaksih soal murid-murid Tamansiswa yang punya kewajiban buat 'mengekor' sekaligus membantu gurunya sehar-hari?


I'll quote some of the concept of Tamansiswa, which courtesy of https://ideguru.wordpress.com/2010/02/19/taman-siswa-dan-konsepnya/

Poin A1. 

Bagi Tamansiswa, pendidikan bukanlah tujuan tetapi media untuk mencapai tujuan perjuangan, yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batinnya.


Poin B5.Tujuan pendidikan Tamansiswa adalah membangun anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur akal budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa....dst


Poin ke-5 ini gak jauh berbeda dengan Tujuan Pendidikan Nasional, lho. (Ketetapan MPR No. II/1983 tentang GBHN)


Pertanyaannya, apakah CIA mampu mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional?


1. Apakah sebuah mesin pengajar dapat membangun anak didik yang cerdas dan berketerampilan?


CIA bisa jadi membangun anak didik yang cerdas.


2. Apakah sebuah mesin pengajar dapat membangun anak didik yang yang luhur akal budinya?


CIA bisa memberikan materi pengajaran mengenai norma-norma.


3. Apakah sebuah mesin pengajar dapat membangun anak didik yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa?


....
....
Mungkin... CIA dapat mengajarkan mengenai pengetahuan dalam agama-agama.


Sebuah mesin tentulah berbeda dengan manusia. Dalam hal apa perbedaannya? Bahkan prosesor mesin dapat melebihi otak manusia dalam berpikir, buktinya, Deep Blue mengalahkan Pecatur No. 1 di dunia Gary Kaskarov di tahun 1997.


Lalu dalam hal apakah perbedaan tersebut?


Sebuah mesin tidak dapat ditanamkan hati yang punya nurani dan dapat menilai baik atau buruknya sesuatu.
Mesin tidak mempunyai seni khas manusia yang diberikan keunggulan akal pikiran dibanding makhluk lain, namun juga memiliki hati yang dapat senantiasa memberikan perbandingan akan logika dan nurani.


Terus, apakah dengan kecerdasan AI yang menyamai atau bahkan melebihi manusia ini AI dapat mengalahkan manusia? 'Mengalahkan manusia', punya pengertian yang amat luas ya. Apakah akan terjadi perang besar-besaran antara AI dan manusia? Jengjengjeng.. Yak, Anda kebanyakan nonton Transformers. 


Lebih simpel deh dari perang-perangan, AI diperkirakan dapat mengambil lapangan kerja manusia.Saya pernah baca artikel tentang peran akuntan yang diprediksi bakal digantikan oleh komputer canggih. Sebagai mahasiswa akuntansi, Saya sebenarnya biasa aja sih soalnya nggak bercita-cita jadi akuntan juga, hehe *emot peace*. Tapi saya jadi mikirin temen-temen saya dong. Selain itu saya jadi inget peran kerbau yang digantikan oleh mesin traktor. Saya jadi sedih.. Kerbaunya jadi pengangguran, hehe.


Kembali lagi ke Kajian Umum yang membahas AI kemarin, ada salah satu peserta yang memberikan pertanyaan tentang, "Will AI beat us? And will AI bring much calamity and lead to apocalypse?"

Jawaban Pertanyaan Pertama: Sangat mungkin. Ketika kita tidak memiliki kompetensi yang lebih dari apa yang AI miliki, hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa peran kita dalam, misalnya, bekerja digantikan oleh AI.

AI bahkan telah mengalahkan kita tanpa kita sadari, smartphone misalnya--yang slowly but sure beat us by 'stealing our time'. Smartphone menghambat produktivitas manusia bahkan lebih buruknya menghambat manusia dalam mengembangkan diri karena terlalu sibuk berkutat dalam dunia virtual.

Pertanyaan Kedua: Kembali lagi ke tujuan dibuatnya AI. Bukan untuk disalahgunakan oleh pihak manapun yang mempunyai niat buruk untuk menguasai dunia. Perlu diingat bahwa tugas AI membantu memudahkan tugas manusia, bukan untuk menguasai dunia dengan membuat AI berpikir setara manusia.


 maybe some of us keep enjoying the technology but without at the same time using it to enhance and develop ourselves,
 this one have to be remembered:


Teknologi aja terus berkembang, manusia harusnya--sebagai pencipta teknologi-- gaboleh kalah dong!





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuliah Pancasila: Pertemuan ke-9 "Pancasila sebagai Sistem Filsafat (1)"

UAS APLIKOM

Education vs Sport: Which one should be Our concern?